PhotobucketPhotobucketPhotobucketPhotobucketPhotobucket

Iklan Penaja

Rabu, 7 Disember 2011

BILA SEPASANG MATA MENJADI HADIAH...




Ingatkah dikau di mana dalam sejarah
Sepasang mata menjadi hadiah
"Kenapa engkau mengikutku?"
"Aku tertarik dengan kecantikanmu"
Jawapan yang cukup angkuh
Namun mengundang 1000 sesalan
Bila bungkusan merah diterima

Muslimat...
Contohilah wanita itu,
Bukan dengan mencungkil matamu
Tapi dengan menjaga peribadimu

Wahai muslimat...
Aku sering tertanya
Bagaimana engkau masih sanggup
Memaniskan muka menghadiahkan senyuman
Meramahkan bicara kepada lelaki yang bukan muhrim

Apakah engkau ini berani, menguji jiwa lelaki
Yang sememangnya diciptakan Allah
Tertarik dengan keindahan wanita
Walaupun sekadar muka yang manis

Apatah lagi lelaki itu. yang engkau tahu cukup ego
menganggap wanita sebagai hidangan
Yang boleh dibelek-belek dan dipilih-pilih

Benar...
Wanita itu telah menemui ajalnya
Namun diiringi keradhaan Allah
Dan keinsafan seorang lelaki
Yang akhirnya menjadi sufi

Muslimat...
Begitulah jalanmu
Begitulah perjuanganmu
Tundukkanlah pandanganmu
Keraskanlah suaramu
Seriuskanlah ketegasanmu
Bila engkau di hadapan atau di belakang
Atau di kiri atau di kanan lelaki

Walau atas apa alasan sekalipun
Ketuk keegoan mereka
Bangunkanlah mereka dari mimpi
Jelaskanlah dengan amalmu
Bahawa percampuran bukan caranya
Bahawa keseronokan adalah palsu
Bahawa di sini tiada kebahagiaan
Hanya kebenaran...



Selasa, 6 Disember 2011

i want diz!


nikon!

limited edition punya...

insyaAllah jadi kenyataan...:)

Khamis, 1 Disember 2011

Hukum Istri Pergi Meninggalkan Rumah dan Melawan Suami dalam Islam



Suami tidak perhatian, sakit hati dengan perkataan atau perbuatan suami, penghasilan kurang, suasana rumah tidak menyenagkan biasanya dijadikan alasan untuk melegalkan atau membenarkan tindakan seorang istri meninggalkan suaminya dengan pergi menginap ke tempat lain (teman, saudara, kantor, ortu dll) dengan harapan dapat menyelesaikan masalah atau hanya memberi pelajaran kepada suami agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Tidakan isteri meninggalkan suami ini sering dianggap ringan atau sepele oleh sebagian wanita yang tidak mengerti hukum islam tapi jika tindakan ini dilakukan terhadap seorang pria muslim yang paham hukum agama akan sangat fatal dan berat akibatnya karena agama Islam melarang dengan keras hal tersebut.

Isteri meninggalkan rumah tidak akan menyelesaikan masalah justru akan memperberat masalah, suami akan mempunyai kesan istri lari dari tanggung jawab kewajiban sebagai isteri, membuat suami menjadi sakit hati sehingga menjadi ringan untuk menceraikannya serta menambah fitnah bagi diri sendiri dan suaminya. Apalagi jika isteri pergi meninggalkan rumah karena dimarahi suami yang menasehatinya sungguh sangat berdosa karena perbuatan isteri ini akan di laknat oleh Allah dan malaikatpun memarahinya (lihat Hadist Riwayat Abu Dawud dibawah) .

Setan selalu berusaha untuk membujuk dan mengajak manusia untuk berbuat sesuatu yang tidak diridhoi Allah dan rasulnya. Setan bernama Dasim tugasnya membujuk seorang isteri agar tidak taat kepada suami dan mempengaruhi seorang isteri agar pergi meninggalkan rumah dengan berbagai alasan untuk membenarkan perbuatan diatas meskipun sudah jelas bahwa perbuatan tersebut dilarang oleh Quran dan Hadist. Alasan sakit hati karena perbuatan / perkataan suami, yang kadang dijadikan alasan isteri untuk membenarkan tindakan meninggalkan rumah dan suami. Seringkali ada Pihak ketiga (PIL) yang kadang menjadikan seorang isteri semangat meninggalkan suami meskipun tidak semuanya demikian.

Pada Intinya seorang isteri tidak boleh meninggalkan rumah tanpa izin suaminya, jadi meskipun dinasehati dan kurang diperhatikan suami saat isteri dalam keadaan sakit bukan berarti bisa melanggar aturan Allah . Orang sakit kurang makan bukan berarti dia boleh mencuri makanan karena mencuri adalah dosa apapun alasannya. Begitu juga sakit yang diberikan oleh Allah kepada seorang isteri sebagai pemberi peringatan dari Allah bukan berarti seorang istri boleh menyakiti hati suami dengan pergi meninggalkan rumah dan meninggalkan suaminya.

Istri yang pergi dari rumah, meninggalkan suami menginap di tempat lain dan meninggalkan suaminya dalam keadaan marah sedangkan suami tidak ridho apapun alasannya, bagi wanita yang mengerti hukuman Allah sangat berat pasti akan sangat menyesal dan tidak akan pernah berani satu kalipun melakukannya karena jika seorang Isteri pergi meninggalkan rumah dan suaminya artinya :

1. Isteri tersebut bukan seorang wanita yang baik .
Isteri meninggalkan suami atau pergi tanpa izin suami bukanlah termasuk golongan wanita yang baik karena isteri yang baik akan menghormati pemimpinnya (suaminya). Pemimpin rumah tangga dalam Islam adalah suami bukan Isteri karena karena Suami mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi dari isterinya. dan yang paling penting adalah suami telah memberi makan maupun tempat tinggal bagi isterinya jadi sudah sewajarnya jika isteri berkewajiban untuk taat pada suaminya selama suami menyuruh dalam kebaikan (bukan kemaksiatan) Firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 34 dan Al Baqoroh ayat 228:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa 34)

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “ Surat Al Baqoroh ayat 228

Seorang isteri yang pergi meninggalkan rumah tanpa izin suami dengan alasan apapun dan dalam kepergiannya tidak bermaksiatpun tetap saja termasuk wanita tidak baik (pembangkang) apalagi jika dia pergi dengan berpakaian yang tidak sopan seperti wanita pada jaman Jahiliyah
Dan Surat Al Ahzab ayat 33 yaitu :

Menetaplah di rumah kalian ( para wanita ), dan jangan berdandan sebagaimana dandanan wanita-wanita jahiliyah. Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan patuhilah ( wahai para wanita) Allah dan rasul-Nya.

Sabda Nabi SAW : “Barangsiapa yg taat kepadaku maka ia telah taat kepada ALLAH, dan barangsiapa yg tidak taat kepadaku maka berarti tidak taat kepada ALLAH. Barangsiapa yg taat kepada Pimpinan (Islami) maka berarti ia telah taat kepadaku, dan barangsiapa yg tidak taat kepada pimpinan (islami) maka berarti ia telah tidak taat kepadaku.”HR Bukhari, kitab al-Jihad, bab Yuqatilu min Wara’il Imam, juz-IV, hal.61

Jika seorang suami karena suatu hal (Penghasilan kurang, PHK, Kecelakaan dll) suami menjadi kurang / tidak dapat memberikan kewajibannya terhadap isteri bukan berarti isteri boleh meninggalkan suami / rumah, karena memang tidak ada hukum Islam yang membolehkan seorang Isteri meninggalkan suami tanpa izin karena faktor tersebut

2. Isteri meninggalkan rumah tanpa izin suami akan dilaknat oleh Allah dan dimarahi oleh para malaikat.

Sabda Rasullulah SAW :
”Hak suami terhadap isterinya adalah isteri tidak menghalangi permintaan suaminya sekalipun semasa berada di atas punggung unta , tidak berpuasa walaupun sehari kecuali dengan izinnya, kecuali puasa wajib. Jika dia tetap berbuat demikian, dia berdosa dan tidak diterima puasanya. Dia tidak boleh memberi, maka pahalanya terhadap suaminya dan dosanya untuk dirinya sendiri. Dia tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Jika dia berbuat demikian, maka Allah akan melaknatnya dan para malaikat memarahinya kembali , sekalipun suaminya itu adalah orang yang alim.” (Hadist riwayat Abu Daud Ath-Thayalisi daripada Abdullah Umar)

3. Isteri meninggalkan suami sama saja dengan menjerumuskan dirinya sendiri ke neraka karena suami berperan apakah isterinya layak masuk surga atau neraka.
Isteri pergi meninggalkan suami artinya dia tidak taat kepada suaminya padahal jika seorang isteri tahu bahwa taat pada suami bisa mengantar dia ke surga pastilah dia akan menyesal melakukan hal itu sesuai dengan hadist Rasullullah SAW :

Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: “Saya datang menemui Rasulullah SAW. Beliau lalu bertanya: “Apakah kamu mempunyai suami?” Saya menjawab: “Ya”. Rasulullah SAW bertanya kembali: “Apa yang kamu lakukan terhadapnya?” Saya menjawab: “Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang saya membutuhkannya” . Rasulullah SAW bersabda kembali: “Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu, sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu masuk ke surga atau ke neraka” (HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadis Hasan).

4. Memusuhi suami sama saja dengan memusuhi Allah.
Seorang isteri yang meninggalkan suami dan memusuhi suaminya padahal suami baik pada isterinya. Sangatlah tidak mungkin masuk surga karena Bagaimana mungkin seorang isteri berharap masuk surga jika Allah memusuhinya. Bahkan jika sampai suami terluka hati / fisiknya maka Allah dan Rasullullah SAW akan memisahkan diri dari isteri tersebut. Hal ini dijelaskan dalam Hadist Rasullullah SAW :

“Tidaklah istri menyakiti suami di dunia kecuali ia bicara pada suami dengan mata yang berbinar, janganlah sakiti dia (suami), agar Allah tidak memusuhimu, jika suamimu terluka maka dia akan segera memisahkanmu kepada Kami (Allah dan Rasul)”HR. Tirmidzi dari Muadz bin Jabal.

5. Isteri meninggalkan suami tidak ada nafkah baginya dan layak mendapat azab.
Seorang Ulama dan pemikir Islam yang sangat terkenal akan kecerdasannya dan sangat dikagumi oleh para ulama pada waktu itu, penghafal Quran dan Ribuan Hadist, ahli Tafsir dan Fiqh dari Harran, Turki yaitu Ibnu Taimiyah sampai berkata: “Jika isteri keluar rumah suami tanpa seijinnya maka tidak ada hak nafkah dan pakaian”. Tidak dihalalkan bagi isteri untuk keluar dari rumah suaminya kecuali dengan ijinnya (suami),Dan apabila ia keluar dari rumah suaminya tanpa seijinnya maka ia telah berbuat nusyuz (durhaka) bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya dan ia layak mendapat adzab.”

Ibnu Taimiyah (1263-1328) adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”

6. Taat kepada suami pahalanya seperti Jihad di jalan Allah
Jika seorang isteri taat kepada suaminya serta tidak pergi meninggalkan suami maka pahalanya sama dengan jihad di jalan Allah. Perhatikan hadist berikut: Al- Bazzar dan At Thabrani meriwayatkan bahwa seorang wanita pernah datang kepada Rasullullah SAW lalu berkata : “ Aku adalah utusan para wanita kepada engkau untuk menanyakan : Jihad ini telah diwajibkan Allah kepada kaum lelaki, Jika menang mereka diberi pahala dan jika terbunuh mereka tetap diberi rezeki oleh Rabb mereka, tetapi kami kaum wanita yang membantu mereka , pahala apa yang kami dapatkan? Nabi SAW menjawab :” Sampaikan kepada wanita yang engkau jumpai bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu adalah sama dengan pahala jihad di jalan Allah, tetapi sedikit sekali di antara kamu yang melakukanya.

Jadi akan sangat tidak mungkin bagi seorang isteri yang mengaku mengerti hukum agama Islam tapi pergi meninggalkan tanggung jawab sebagai isteri meninggalkan suaminya dari rumah.

Oleh karena itulah sangatlah penting untuk memilih istri yang mengerti akan hukum agama dan memilih isteri itu bukan karena kecantikan atau hartanya tapi dipilih karena agamanya agar selamat tidak terjerumus kedalam panasnya Api neraka. Sabda Rasullullah SAW :Wanita itu dinikahi karena: hartanya, kecantikannya, keturunannya dan agamanya. maka pilihlah agamanya agar kamu selamat”Hadist Shahih Bukhari.

Dunia adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangan di dunia adalah isteri yang baik (sholehah) ”Hadist Shahih Muslim.

Lebih mulia seorang wanita memberi nasehat atau berbicara dari hati ke hati dengan suami bukan kepada orang lain jika terjadi ketidakadilan pada dirinya daripada langsung pergi meninggalkan suaminya . Seorang isteri yang benci terhadap suaminya dan memang berniat meninggalkan suami supaya di cerai dan kemudian berharap memperoleh pasangan pengganti atau sudah ada pengganti yang lebih baik menurut dirinya, jelas sekali wanita itu digoda setan agar wanita ini melihat lelaki lain lebih menarik dari suaminya sehingga timbul rasa bosan, cekcok dll dan akhirnya berbuntut pada perceraian.

Allah SWT telah mengingatkan kita agar tidak membenci atau menyukai sesuatu padahal kita tidak tahu rahasia dibalik itu, dalam Al Baqoroh ayat 216 “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”

Saya lanjutkan, Usaha setan bisa dikatakan sukses besar bila berhasil menjadikan wanita itu cerai dan berpredikat janda karena wanita ini akan lebih mudah digoda sebab tidak ada yang menjaganya (suami) . Wanita ini akan merasa bebas tidak ada ikatan, lebih nyaman karena tidak ada yang mengontrol (suami), selanjutnya jika tidak kuat imannya (kebanyakan tidak kuat) akan timbul banyak fitnah dan dosa bagi wanita itu di kemudian hari. Godaan setan akan lebih kuat pada saat janda karena faktor alami kebutuhan batin selain itu akan banyak lelaki yang merayu yang memanfaatkan kondisi janda sehingga menyeret wanita itu dalam lembah dosa yang tiada berkesudahan sampai wanita itu sadar jika suatu saat sakit atau sudah berumur tidak ada yang menemani sampai meninggal. Wanita janda lebih mudah menjaga dirinya pada saat dicerai pada umur 40 tahun keatas. Jika masih dibawah itu jangan tanya… janda bok…

Pernikahan adalah hal yang suci melibatkan keluarga, handai taulan dan tetangga jadi tidak sepantasnyalah jika seorang isteri meninggalkan suaminya untuk alasan emosi pribadi dengan meninggalkan perasaan kebahagiaan keluarganya sendiri atau keluarga pasangannya.

Atas kehendak Allah, rezeki yang lebih bisa diberikan pada isteri bukan pada suami, jadi janganlah menjadi tinggi hati jika suatu saat rezki isteri melebihi suami, merasa lebih bermanfaat dari suami, merasa bisa hidup sendiri dan dapat mengatasi sendiri segala hal, tidak mau diatur sehingga tidak patuh kepada suami. Inilah tanda-tanda kehancuran suatu kapal pernikahan karena ada 2 nahkoda yang mengendalikan kapal dengan arah berlawanan. Kapal Pernikahan akan bisa selamat sampai tujuan (surga dunia akhirat) jika hanya punya satu arah yang disepakati dan diusahakan bersama. 

Bagaimanapun juga tujuan hidup akan lebih mudah dicapai jika ada keharmonisan sejati yang hanya dapatdicapai dalam suatu keluarga yang lengkap ada suami. Harta yang dibanggakan dan dikumpulkan bisa hilang dalam sekejab (kebakaran, tsunami dll) tapi mempunyai suami atau isteri yang sholeh adalah harta tidak ternilai yang tidak akan hilang kecuali mati. Oleh karena itulah peran isteri terhadap suami sangat besar dalam mengarungi samudera kehidupan agar tujuan akhir bahagia dunia akhirat dapat segera tercapai sehingga Allah pun akan memberi pahala yang besar untuk isteri yang taat dan patuh kepada suaminya

Banyak Hadist yang menjelaskan pahala seorang Istri yang taat pada suaminya :
Jika seorang isteri itu telah menunaikan solat lima waktu dan berpuasa pada bulan ramadhan dan menjaga kemaluannya daripada yang haram serta taat kepada suaminya, maka dipersilakanlah masuk ke syurga dari pintu mana sahaja kamu suka.” (Hadist Riwayat Ahmad dan Thabrani)
Sesungguhnya setiap isteri yang meninggal dunia yang diridhoi oleh suaminya, maka dia akan masuk syurga.” (Hadist riwayat Tirmizi dan Ibnu Majah)

Jika isteri memang tidak taat kepada suaminya, setelah dinasehati secara halus, berpisah ranjang dan dinasihati secara keras tidak berhasil maka renungkanlah :
Surat An Nur ayat 3 yaitu :

“ Orang laki-laki pezina, yang dinikahinya ialah perempuan pezina pula atau perempuan musyrik. Perempuan pezina jodohnya ialah laki-laki pezina pula atau laki-laki musyrik , dan diharamkan yang demikian itu atas orang yang beriman”.

Pikirkanlah kembali apakah wanita ini cocok dijadikan pasangan / isteri bagi pria beriman, dan dapat membawa kebaikan bagi diri sendiri dan keluarga, ikhlaskan saja wanita ini jika ingin berpisah mungkin jodohnya adalah sesuai dengan apa yang di firmankan Allah diatas.

Nasehatilah isterimu dengan sabar dan penuh cinta kasih, minta maaflah kepada isteri jika menyakiti hati isteri, bagaimanapun juga mutiara yang kotor jika digosok tiap hari akan menjadi berkilauan. Hasilnya mutiara ini bisa benar-benar menjadi perhiasan dan surga dunia bagimu.

Ingatlah isterimu bukanlah Siti Khadijah yang baik, taat dan penuh cinta kasih pada suaminya, Istrimu adalah wanita jaman sekarang yang butuh bimbingan untuk menjadi wanita yang solehah.

Sumber Artikel : http://fath102.wordpress.com/2010/01/26/hukum-istri-meninggalkan-suami-dalam-islam/

Mencium jenazah dan persoalan mengenainya





Menziarahi orang meninggal merupakan satu amalan yang sangat baik kerana terdapat banyak faedahnya; antaranya mengucapkan takziah kepada keluarga si mati, menunjukkan rasa simpati terhadap keluarganya dan menggalakkan amalan tolong-menolong ketika dalam suasana sedih dan musibah. Di samping itu, ianya juga boleh mengingatkan kita kepada kematian. Dalam suasana sibuk menguruskan pengendalian jenazah, seringkali juga terdengar para ahli keluarga, samada yang tua atau yang muda, dipanggil untuk mencium jenazah buat kali terakhir. Maka sebilangan mereka pernah bertanya apakah hukum perbuatan ini?
Mencium jenazah boleh dirujuk kepada perbuatan Rasulullah s.a.w sendiri dan juga perbuatan seorang sahabat dan khalifah, iaitu Sayyidina Abu Bakar r.a. Ini berdasarkan kepada hadith yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a bahawa baginda s.a.w mencium jenazah Utsman bin Mazh‘un, iaitu saudara sesusuan baginda.
“Bahawa Rasulullah s.a.w mencium Utsman bin Mazh‘un dan dia (ketika) itu sudah meninggal dunia dan baginda menangis, atau katanya (Abdur Rahman): Bahawa kedua-dua mata baginda menitiskan air mata.” (Hadith riwayat Tirmidzi)
Sementara perbuatan Sayyidina Abu Bakar r.a pula, sepertimana riwayat dari Aisyah r.a, beliau mencium wajah Nabi s.a.w setelah Baginda wafat.
“Bahawa Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu telah mencium (kawasan) antara kedua-dua mata Nabi s.a.w, dan baginda (ketika itu) telah wafat.” (Hadith riwayat al-Baihaqi dan an-Nasa’ie)
Adapun perbuatan Abu Bakar r.a tersebut tidak diingkari oleh sahabat yang lain pada ketika itu.
Hukum Mencium Jenazah
Hukum asal mencium jenazah adalah harus. Perkara ini sabit sepertimana dalam dua riwayat yang telah dibawakan di atas. Oleh itu adalah harus hukumnya bagi ahli keluarga si mati dan selain mereka, umpamanya sahabat-sahabat, termasuklah juga suami atau isteri dan mahram kepada si mati, mencium wajah jenazah tersebut.
Walau bagaimanapun ulama’ berbeza pendapat mengenai hukum mencium jenazah seperti mana berikut:
  • Imam Ibnu Hajar al-Haitami Rahimahullah berpendapat hukumnya adalah harus, sejajar dengan apa yang disebutkan dalam nash kitab fiqh. Manakala hukum sunat itu hanyalah untuk jenazah orang yang soleh. Maka adalah sunat, sama ada bagi ahli keluarga, sahabat dan yang lainnya, untuk mencium jenazah orang soleh itu kerana untuk mendapatkan keberkatan daripadanya. Berbeza pula hukumnya apabila jenazah tersebut bukan terdiri daripada ahli keluarga dan bukan sahabat ataupun bukan orang soleh, maka hukumnya adalah menyalahi yang utama (khilaf al-awla).
  • Menurut Imam ar-Ramli, Khatib asy-Syarbini dan juga merupakan pendapat as-Subki Rahimahumullah, berdasarkan kepada dua hadith di atas, iaitu Rasulullah s.a.w mencium wajah saudara sesusuan baginda dan Sayyidina Abu Bakar r.a mencium wajah sahabat yang juga bapa mertua beliau, iaitu Rasulullah s.a.w, mereka berpendapat hukumnya adalah sunat bagi ahli keluarga si mati dan sahabat-sahabatnya mencium jenazah (walaupun si mati bukan orang soleh), manakala hukum harus itu adalah untuk selain daripada mereka ini.
  • Telah disebutkan pendapat dalam Zawa’id ar-Raudhah bahawa tidak mengapa mencium wajah jenazah jika dia
    adalah orang soleh. Jika dia bukan orang soleh, maka seperti hukum asalnya, adalah harus. Adapun jika dia bukan orang soleh dan diketahui bahawa si mati itu orang yang melakukan maksiat, maka hukumnya adalah makruh.
Selain itu antara perkara yang perlu diambil perhatian oleh orang yang bercadang atau disuruh untuk mencium jenazah ialah:
  • Jika sekiranya dia bukan terdiri daripada ahli keluarga si mati atau mahramnya, maka hendaklah antara orang yang hidup dengan si mati tersebut dari jantina yang sama. Maka tidak boleh perbuatan ini dilakukan antara perempuan dengan lelaki ajnabi dan sebaliknya.
  • Janganlah perbuatannya (orang yang hidup) mencium jenazah itu akan mengakibatkan hilang maruah ataupun merendahkannya.
Di samping itu perlu juga diketahui bahawa kesemua hukum mencium jenazah yang telah disebutkan di atas adalah bagi mereka yang tidak mudah tersentuh perasaan dan boleh mengawalnya. Adapun jika sebaliknya, iaitu jika perbuatan mencium jenazah itu boleh menyebabkan timbulnya perasaan dukacita dan kesedihan yang keterlaluan dan seterusnya tidak dapat mengawalnya, sepertimana kebiasaan halnya bagi kaum perempuan, maka pada ketika itu adalah haram hukumnya mencium jenazah tersebut.
Ini kerana, perbuatan menangis dengan suara yang kuat atau meratap walaupun tanpa air mata adalah haram dan jelas dilarang dalam Islam sepertimana yang diriwayatkan oleh Ummu ‘Athiyyah r.a:
“Sesungguhnya Rasulullah s.a.w melarang kami daripada perbuatan meratap.” (Hadith riwayat Abu Daud)
Manakala dalam sebuah hadith daripada Buraidah r.a Rasulullah s.a.w bersabda:
“Tidak termasuk di dalam golongan kami orang yang memukul-mukul pipinya, mengoyak-ngoyak koceknya, berteriak-teriak seperti yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah.” (Hadith riwayat Bukhari dan Muslim)
Adapun sedih atau mengalirkan airmata secara tabi’e kerana kesedihan, tersentuh hati dan keinsafan tanpa diiringi ratapan adalah harus dan tidaklah dilarang. Kerana kesemua itu boleh menyedarkan kita akan hakikat kematian yang boleh membawa kepada keinsafan. Buktinya Nabi s.a.w juga mempamerkan kesedihan baginda serta mengalirkan air mata ketika anaknya Ibrahim meninggal dunia. Menurut riwayat Anas bin Malik r.a bahawa sebelum Ibrahim menghembuskan nafasnya (yang terakhir) dengan tenang, sambil menitiskan air mata baginda bersabda:
“Sesungguhnya mata ini menitiskan air mata dan hati ini bersedih, (namun) kami tidak akan mengatakan kecuali apa yang diredhai oleh Tuhan kami. Dan sesungguhnya kami merasa sedih kerana berpisah denganmu wahai Ibrahim.” (Hadith riwayat Bukhari)
Bahagian Anggota Jenazah Yang Dicium
Jika dilihat pada nas yang dibawakan dalam kitab fiqh, secara umumnya mengatakan bahawa harus hukumnya mencium wajah jenazah. Demikianlah juga yang diriwayatkan dalam hadith bahawa Rasulullah s.a.w mencium wajah jenazah saudara susuan baginda. Di samping itu, ada beberapa pendapat yang lain, antaranya:
  • Telah disebutkan dalam riwayat Aisyah r.a di atas bahawa kawasan atau tempat yang dicium oleh Sayyidina Abu Bakar r.a ialah pada kawasan antara kedua-dua mata baginda s.a.w.
  • Pendapat yang mengatakan bahawa mencium kawasan tempat sujud (dahi) adalah awla (lebih utama) dan sebaiknya dilakukan tanpa ada lapik.
  • Pendapat yang mengatakan bahawa harus mencium anggota badan jenazah seperti tangan dan selainnya selama mana tidak menimbulkan syahwat.
Namun dalam hal ini adalah dibataskan kepada bahagian wajah sahaja kerana itulah yang warid. Ini memandangkan antara sebab untuk mencium jenazah adalah kerana untuk mendapat keberkatan, atau kerana rasa kasih atau kerana kasihan ke atasnya.
Di samping itu disunatkan menutup wajah jenazah dan tidak membiarkannya terdedah. Daripada Abu Salmah bahawa Aisyah r.a berkata kepadanya:
“(Ketika mendengar berita kewafatan Nabi s.a.w), maka Abu Bakar r.a datang dari rumahnya di Sunh dengan berkenderaan kuda. Sesampainya di pintu masjid, dia pun turun dan segera masuk ke rumah Aisyah tanpa bercakap-cakap dengan seorang pun yang ada dalam masjid sehinggalah dia menemui Aisyah. (Kemudian) dia menuju kepada (jenazah) Rasulullah s.a.w yang telah diselimuti dengan sehelai jubah hibarah (iaitu sejenis jubah atau pakaian Yaman bercorak jalur yang diperbuat daripada ‘cotton’ atau ‘linen’). Setelah itu dia membuka (kain) di bahagian wajah baginda, lalu Abu Bakar r.a pun menurunkan kepalanya dan mencium (kening) Rasulullah s.a.w seraya menangis.” (Hadith riwayat an-Nasa’ie)
Batalkah Wudhu’ Apabila Mencium Jenazah?
Jika kita memperkatakan tentang hukum wudhu’ bagi jenazah tersebut, maka perbuatan ini tidak membatalkan wudhu’nya. Adapun hukum wudhu’ bagi orang yang hidup (yang menyentuh jenazah tersebut), maka perlu diperhatikan apakah dia mahram kepada jenazah tersebut ataupun tidak. Kerana antara perkara yang membatalkan wudhu’ itu ialah bersentuhan kulit seorang lelaki dengan perempuan ajnabiyah (bukan mahram) tanpa berlapik (antara keduanya).
Menurut jumhur (majoriti) ulama’, hukum memegang atau menyentuh mayat perempuan atau lelaki yang ajnabi (bukan mahram) adalah membatalkan wudhu’. Ini berdasarkan kepada hukum sentuhan antara kedua mereka (perempuan dan lelaki yang ajnabi) pada ketika hidup adalah membatalkan wudhu’. Berbeza dengan mahram, iaitu perempuan yang haram dinikahi samada mahram secara nasab keturunan atau sesusuan atau perkahwinan, maka persentuhan kulit antara lelaki dengan perempuan yang merupakan mahramnya tidak membatalkan wudhu’. Maka begitulah juga hukum bagi mereka yang sama jantina.
Sebagai kesimpulan, hukum mencium jenazah itu asalnya adalah harus, bahkan sunat jika si mati adalah terdiri daripada golongan orang soleh. Namun perlu diingat bahawa keharusan itu boleh berubah kepada haram, iaitu jika perbuatan mencium jenazah itu boleh membuat seseorang itu hilang kesabaran dan kawalan kerana terlalu sedih atau dukacita dan sehingga membawa kepada ratapan atau tangisan yang kuat.
Di samping itu, perlu juga diambil kira bahawa hukum harus atau sunat tadi adalah bagi ahli keluarga, mahram dan mereka yang sama jantina dengan si mati. Maka tidak boleh perbuatan ini dilakukan oleh lelaki dan perempuan yang ajnabi. Adapun sebagai pilihan lain, maka bolehlah mengucapkan takziah kepada ahli keluarga si mati dan mendoakannya.

Selasa, 29 November 2011

kisah Bilal bin Rabah Al-Habasyi





Bilal bin Rabah r.a dilahirkan di Kota Mekah sekitar tahun 43 Sebelum Hijrah(ada pendapat yang mengatakan beliau dilahirkan di Habsyah atau kini disebut negara Ethopia). Bilal r.a dibesarkan di Kota Mekah sebagai seorang hamba anak-anak yatim Bani Abdul Dar yang berada di bawah jagaan Umaiyyah bin Khalaf. Setelah Rasulullah s.a.w dibangkitkan menjadi Nabi dengan membawa risalah Islam, Bilal adalah terdiri dari kalangan orang-orang yang paling awal memeluk Islam.

Ketika beliau memeluk Islam, hanya terdapat beberapa orang sahaja yang memeluk Islam di atas permukaan bumi ini iaitu: Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar As-Siddiq, Ali bin Abi Talib, Ammar ibn Yasir serta ibunya Sumaiyyah, Suhaib Ar-Rumi dan Miqdad Al-Aswad. Beliau menerima Islam melalui sahabatnya yang bernama al Fadl dan dilihat beliau begitu bersungguh-sungguh untuk mendalami ajaran agama Islam sehingga sanggup berulang-alik ke rumah Arqam bin Abi Al-Arqam secara rahsia supaya kegiatannya menerima Islam sebagai sebahagian daripada hidupnya tidak diketahui oleh tuannya.

Namun akhirnya Umaiyah mengetahuinya dan memujuk Bilal agar meninggalkan Islam dan kembali ke ajaran asalnya, tetapi Bilal berkeras untuk mempertahankan Islam sebagai agama dunia dan akhiratnya. Umaiyah pernah berkata,

“Aku berkuasa ke atas tubuh dan jasadmu.”

Tetapi Bilal lantas menjawab,

“Fikiranku, imanku dan kepercayaanku bukan milikmu.”

Setelah gagal memujuk Bilal, Umaiyah nekad untuk bertindak kejam ke atas Bilal dengan mengikat batu besar di tubuh Bilal yang tidak berpakaian, mengheret ke tengah padang pasir yang panas membakar dan memukul tanpa belas kasihan.

Beliau meninggal dunia pada tahun 23 Hijrah di negeri Syam dan dikebumikan di Damsyik. Sepanjang hayatnya beliau diakui sebagai seorang yang patuh dan rajin terhadap tanggungjawabnya, ikhlas, amanah, berani, tabah, dan sanggup menghadapi risiko demi mempertahankan kebenaran. Beliau juga pernah menyertai barisan tentera Islam dalam beberapa peperangan dan dilantik sebagai juruazan oleh Rasulullah dan kerana itulah namanya kini diabadikan kepada setiap juruazan atau bilal.

makan Bilal bin Rabah r.a

Bilal bin Rabah: Suara Emas dari Habsyah

Suatu malam, jauh sepeninggal Rasulullah, Bilal bin Rabbah, salah seorang sahabat utama, bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya itu, Bilal bertemu dengan Rasulullah.

"Bilal, sudah lama kita berpisah, aku rindu sekali kepadamu," demikian Rasulullah berkata dalam mimpi Bilal.
"Ya, Rasulullah, aku pun sudah teramat rindu ingin bertemu dan mencium harum aroma tubuhmu," kata Bilal masih dalam mimpin-ya. Setelah itu, mimpi tersebut berakhir begitu saja. Dan Bilal bangun dari tidurnya dengan hati yang gulana. Ia dirundung rindu.

Keesokan harinya, ia menceritakan mimpi tersebut pada salah seorang sahabat lainnya. Seperti udara, kisah mimpi Bilal segera memenuhi ruangan kosong di hampir seluruh penjuru kota Madinah. Tak menunggu senja, hampir seluruh penduduk Madinah tahu, semalam Bilal bermimpi ketemu dengan nabi junjungannya.

Hari itu, Madinah benar-benar diselubungi rasa haru. Kenangan semasa Rasulullah masih bersama mereka kembali hadir, seakan baru kemarin saja Rasulullah tiada. Satu persatu dari mereka sibuk sendiri dengan kenangannya bersama manusia mulia itu. Dan Bilal sama seperti mereka, diharu biru oleh kenangan dengan nabi tercinta.

Menjelang senja, penduduk Madinah seolah bersepakat meminta Bilal mengumandangkan adzan Maghrib jika tiba waktunya. Padahal Bilal sudah cukup lama tidak menjadi muadzin sejak Rasulullah tiada. Seolah, penduduk Madinah ingin menggenapkan kenangannya hari itu dengan mendengar adzan yang dikumandangkan Bilal.

Akhirnya, setelah diminta dengan sedikit memaksa, Bilal pun menerima dan bersedia menjadi muadzin kali itu. Senjapun datang mengantar malam, dan Bilal mengumandangkan adzan. Tatkala, suara Bilal terdengar, seketika, Madinah seolah tercekat oleh berjuta memori. Tak terasa hampir semua penduduk Madinah menitiskan air mata. "Marhaban ya Rasulullah," bisik salah seorang dari mereka.

Sebenarnya, ada sebuah kisah yang membuat Bilal menolak untuk mengumandangkan adzan setelah Rasulullah wafat. Waktu itu, beberapa saat setelah malaikat maut menjemput kekasih Allah, Muhammad, Bilal mengumandangkan adzan. Jenazah Rasulullah, belum dimakam-kan. Satu persatu kalimat adzan dikumandangkan sampai pada kalimat, "Asyhadu anna Muhammadarrasulullah." Tangis penduduk Madinah yang mengantar jenazah Rasulullah pecah. Seperti suara guntur yang hendak membelah langit Madinah.

Kemudian setelah, Rasulullah telah dimakamkan, Abu Bakar meminta Bilal untuk adzan. "Adzanlah wahai Bilal," perintah Abu Bakar.

Dan Bilal menjawab perintah itu, "Jika engkau dulu membebaskan demi kepentinganmu, maka aku akan mengumandangkan adzan. Tapi jika demi Allah kau dulu membebaskan aku, maka biarkan aku menentukan pilihanku."
"Hanya demi Allah aku membebaskanmu Bilal," kata Abu Bakar.
"Maka biarkan aku memilih pilihanku," pinta Bilal.
"Sungguh, aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepeninggal Rasulullah," lanjut Bilal.
"Kalau demikian, terserah apa kehendakmu," jawab Abu Bakar.

Di atas, adalah sepenggal kisah tentang Bilal bin Rabah, salah seorang sahabat dekat Rasulullah. Seperti yang kita tahu, Bilal adalah seorang keturunan Afrika, Habasyah tepatnya. Kini Habasyah biasa kita sebut dengan Ethiopia.

Seperti penampilan orang Afrika pada umumnya, hitam, tinggi dan besar, begitulah Bilal. Pada mulanya, ia adalah budak seorang bangsawan Makkah, Umayyah bin Khalaf. Meski Bilal adalah lelaki dengan kulit hitam pekat, namun hatinya, insya Allah bak kapas yang tak bernoda. Itulah sebabnya, ia sangat mudah menerima hidayah saat Rasulullah berdakwah.

Meski ia sangat mudah menerima hidayah, ternyata ia menjadi salah seorang dari sekian banyak sahabat Rasulullah yang berjuang mempertahankan hidayahnya. Antara hidup dan mati, begitu kira-kira gambaran perjuangan Bilal bin Rabab.

Keislamannya, suatu hari diketahui oleh sang majikan. Sebagai ganjarannya, Bilal di siksa dengan berbagai cara. Sampai datang padanya Abu Bakar yang membebaskannya dengan sejumlah uang tebusan.

Boleh dikata, di antara para sahabat, Bilal bin Rabah termasuk orang yang amat tegas dalam mempertahankan agamanya. Zurr bin Hubaisy, suatu ketika berkata, orang yang pertama kali menampakkan keislamannya adalah Rasulullah. Kemudian setelah beliau, ada Abu Bakar, Ammar bin Yasir dan keluarganya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad.

Selain Allah tentunya, Rasulullah dilindungi oleh paman beliau. Dan Abu Bakar dilindungi pula oleh sukunya. Dalam posisi sosial, orang paling lemah saat itu adalah Bilal. Ia seorang perantauan, budak belian pula, tak ada yang membela. Bilal, hidup sebatang kara. Tapi itu tidak membuatnya merasa lemah atau tak berdaya. Bilal telah mengangkat Allah sebagai penolong dan walin-ya, itu lebih cukup dari segalanya.

Derita yang ditanggung Bilal bukan alang kepalang. Umayyah bin Khalaf, sang majikan, tak berhenti hanya dengan menyiksa Bilal saja. Setelah puas hatinya menyiksa Bilal, Umayyah pun menyerahkan Bilal pada pemuda-pemuda kafir berandalan. Diarak berkeliling kota dengan berbagai siksaan sepanjang jalan. Tapi dengan tegarnya, Bilal mengucap, "Ahad, ahad," puluhan kali dari bibirnya yang mengeluarkan darah.

Bilal bin Rabah, meski dalam strata sosial posisinya sangat lemah, tapi tidak di mata Allah. Ada satu riwayat yang membukti-kan betapa Allah memberikan kedudukan yang mulai di sisi-Nya.

Suatu hari Rasulullah memanggil Bilal untuk menghadap. Rasulullah ingin mengetahui langsung, amal kebajikan apa yang menja-dikan Bilal mendahului berjalan masuk surga ketimbang Rasulullah.

"Wahai Bilal, aku mendengar gemerisik langkahmu di depanku di dalam surga. Setiap malam aku mendengar gemerisikmu."

Dengan wajah tersipu tapi tak bisa menyembunyikan raut bahagianya, Bilal menjawab pertanyaan Rasulullah. "Ya Rasulullah, setiap kali aku berhadats, aku langsung berwudhu dan shalat sunnah dua rakaat."

"Ya, dengan itu kamu mendahului aku," kata Rasulullah membenarkan. Subhanallah, demikian tinggi derajat Bilal bin Rabah di sisi Allah.
Meski demikian, hal itu tak menjadikan Bilal tinggi hati dan merasa lebih suci ketimbang yang lain. Dalam lubuk hati kecilnya, Bilal masih menganggap, bahwa ia adalah budak belian dari Habasya, Ethiopia. Tak kurang dan tak lebih.

Bilal bin Rabah, terakhir melaksanakan tugasnya sebagai muadzin saat Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah. Saat itu, Bilal sudah bermukim di Syiria dan Umar mengunjunginya.

Saat itu, waktu shalat telah tiba dan Umar meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan sebagai tanda panggilan shalat. Bilal pun naik ke atas menara dan bergemalah suaranya.

Semua sahabat Rasulullah, yang ada di sana menangis tak terkecuali. Dan di antara mereka, tangis yang paling kencang dan keras adalah tangis Umar bin Khattab. Dan itu, menjadi adzan terakhir yang dikumandangan Bilal, hatinya tak kuasa menahan kenangan manis bersama manusia tercinta, nabi akhir zaman.

Iklan Penaja

MiyapiQ LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...